Senin, 12 Maret 2012

UET (Written) Section A 2010: Welcome Letter

UET (Written) Section A 2010: Welcome Letter:   Dear Students, Please allow me to take a moment to welcome you to my mathematics class. My name is Redyta Amalia and I will be your math...

Rabu, 07 Desember 2011

Tuhan dan Kehidupan


Kehidupan dan Tuhan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Mengapa? Karena Tuhan adalah nyawa dari kehidupan. Banyaknya perbedaan yang muncul, hanya akan dapat disatukan dengan adanya konsep Tuhan Yang Maha Esa. Saya percaya kepada Tuhan. Tuhan yang seperti apa? Tuhan yang satu, yang berbeda dengan makhluk ciptaannya. Segala sesuatu yang ada dalam kehidupan atau dunia ini adalah ciptaan Tuhan. Saya percaya dan yakin bahwa Tuhan Maha Segalanya. Tuhan selalu menuntun saya kearah yang lebih baik.
Jelas di dunia ini ada banyak agama dengan berbagai macam cara pandangnya terhadap Tuhan itu sendiri. Saya percaya Allah sebagai makhluk yang Ghaib dan memiliki kekuasaan serta kekuatan sebagai Yang Esa. Dalam setiap langkah saya dan setiap tindakan yang saya lakukan, Allah Maha Mengetahuinya. Allah ada dalam hati saya, dalam pikiran, dan dalam setiap keputusan yang saya ambil. Saya yakin bahwa Allah hadir sebagai satu kesatuan dengan alam, dengan segala sesuatunya yang ada dalam kehidupan ini. Kesulitan, ataupun kebahagiaan adalah cara Allah menunjukkan kuasa-Nya.  
Berdasarkan dikusi yang saya ikuti dalam kelas Humanistik, saya menyetujui bahwa agama lahir dari sebuah kebudayaan. Beragama adalah hak setiap individu. Setiap agama mempunyai cara masing-masing dalam menangkap adanya kehadiran Tuhan.  Saya mempercayai adanya Tuhan dengan mentaati agama saya, yaitu melaksanakan apa yang diperintahkan Tuhan, dan menjauhi larangan-Nya. Termasuk menyayangi makhluk-Nya dan menerima secara ikhlas dari apa yang terjadi dalam kehidupan.
Agama diciptakan untuk mengatur segala tindak-tanduk manusia  sebagai umat. Tanpa adanya agama, maka dunia ini akan berantakan. Karena, seperti kata decrates, dalam setiap diri manusia terdapat keinginan untuk bebas yang membuat manusia akhirnya bertahan hidup dengan membunuh demi kelangsungan hidupnya. Saya menangkap kehadiran Tuhan dengan bentuk sebuah kedamaian dalam hati, keselarasannya bersamaan dengan pikiran. Saya meyakini adanya Tuhan melalui sikap, tutur kata dan perbuatan. Saya tidak mampu menggambarkan Tuhan dan segala kekuasaannya. Karena Dialah Yang Maha Sempurna. Saya meyakini adanya Tuhan dengan hati saya.   

Rabu, 02 November 2011

Identitas Diri dan Identitas orang lain


Kebudayaan dan agama merupakan dua buah unsur identitas yang sangat penting. Sebagai bagian dari identitas, kedua hal tersebut sering dipandang sebagai alat untuk menggolongkan individu. Selain itu, dua hal yang telah disebutkan diatas pada dewasa ini mengisyaratkan sebuah stereotype yang telah terbentuk dalam masyarakat terkait kepribadian individu itu sendiri. Contohnya adalah saya sendiri. Saya lahir dari dua budaya yang berbeda, Jawa dan Bangka. Budaya dan adat istiadat masyarakat daerah Bangka Belitung telah dibawa oleh ayah saya sendiri, dimana di dalamnya mengandung unsur kebudayaan Cina. Percampuran dari kedua budaya cukup menyulitkan saya dalam berbaur di masyarakat. Stereotype yang muncul di masyarakat ketika mereka mengetahui "kecinaan" saya melalui sipit mata, maka besar kemungkinan mereka menganggap saya non islam.
Hal ini terkadang menimbulkan suatu ketidaknyamanan dalam diri saya. Pada satu sisi saya sangat senang bisa menyelami keduanya, namun dilain sisi saya  merasa tertinggal oleh teman-teman. Mereka tahu benar asal mereka dan budaya mereka termasuk bahasa daerah mereka. Sedangkan saya hanya bisa berbahasa Indonesia dan tidak mengetahui secara dalam tentang budaya Indonesia itu sendiri. Saya sering terlibat pembicaraaan dengan orang-orang yang bangga dengan kebudayaan asli mereka maupun dalam pengunaan bahasa daerah mereka yang pada akhirnya membawa saya pada sebuah pertanyaan, "Kamu orang mana?" Tentu saja pertanyaan ini sangat dilematis bagi saya, saat mereka mendengar saya adalah orang Indonesia, mereka tidak bisa memaknainya, karena Indonesa sendiri merupakan negara kesatuan dari berbagai budaya dan adat istiadat. Tak ada satu bahasa daerah pun yang saya kuasai benar, ini juga mengisyaratkan kesulitan bagi saya ketika saya harus menghadapi sebuah penggolongan.
Bagi saya, semua bagian dari identitas seseorang sangatlah perlu untuk dihargai dan diketahui. Penggolongan berdasarkan agama dan budaya terkadang tidak selalu membawa dampak baik, karena takkan terlihat seperti apa keaslian budaya itu sendiri. Sebagai orang Indonesia saya bangga melihat sebuah keberagaman dn ikut melihat perbedaan mendasar dari bervagai sisi sebuah budaya  maupun agama.     

Minggu, 02 Oktober 2011

Perkenalan, pembuka jalan dalam kehidupan

Pepatah mengatakan, “tak kenal maka tak sayang”. Banyak dari kita yang selalu mengaungkan kata ini, terutama saat awal perkenalan. Sepenting apakah sebuah perkenalan? Dan sejauh apakah harusnya perkenalan itu? Sambil kita berbicara masalah perkenalan, saya akan mengajak Anda untuk berkenalan terlebih dahulu mengenai saya. Apa yang Anda lakukan ketika memulai pembicaraan panjang dengan seseorang yang baru Anda temui? Yang sering saya dan mungkin juga Anda lakukan yaitu menyanyakan nama dari lawan bicara. Ketika saya menyebutkan nama saya Redyta Amalia, apa yang ada dalam benak Anda? Menebak-nembak artinya, dan asal-usul diri saya? Tentu saja, karena itu juga merupakan bagian dari perkenalan. Jika Anda bertanya lebih lanjut mengenai arti nama lawan bicara, maka mungkin saja Anda menemukan jawaban yang lain dari yang ada di dalam pikiran Anda. Sebaiknya saya beritahu sebelum Anda menebak lebih jauh tentang saya. Seperti kebanyakan orang muslim atau beragama Islam, ibu saya memberikan nama dari bahasa Arab yang juga merupakan sebuah doa. Berbeda dengan kakak pertama dan kedua saya, yang diberikan sesuai dengan nama salah satu pangeran atau nama perancang terkenal, nama saya sangat sederhana artinya. Redyta, berasal dari kata Roditu dalam bahasa Arab, berarti niat yang tulus atau ikhlas. Amalia sendiri berarti amal. Menurut ibunda saya tercinta, beliau mengharapkan saya menjadi orang yang selalu berniat tulus dan ikhlas untuk beramal. Sejauh ini memang saya menemukan diri saya sedemikian rupa sehingga sesuai dengan nama. Semua itu saya rasakan ketika awal menduduki bangku SMP, saya selalu meluangkan waktu dikegiatan sosial dalam wadah Palang Merah Remaja. Sampai saat ini dan dalam merencanakan masa depan pun saya merasa perlu untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Saya merasa orang perlu memahami arti dari nama itu sendiri, apalagi jika nama itu adalah sebuah doa dari orang tua. Kebanyakan orang menginginkan mengganti nama yang terlihat pasaran atau sedikit kampungan, tapi tidak berlaku bagi saya. Nama adalah sebuah identitas, bahkan lebih dari itu. Kadang nama merupakan cerminan dari pemiliknya, seperti yang telah saya ungkapkan di atas. Saya sangat senang jika Anda dapat mengingat dan mengeja nama saya dengan benar, dan saya yakin Anda pun demikian. Menyenangkan orang lain adalah sebuah ibadah dan kegiatan terpuji, maka perkenalan menjadi sangat penting dan bermakna untuk dilakukan. Jika Anda merasa kesulitan untuk melafalkan nama depan saya, penggal saja menjadi dua kata, Red dan Dyta. Red, berarti merah dalam bahasa Inggris, berani dalam konteks makna sebuah warna. Saya merasa perlu memenggal nama depan agar dapat mengurangi kesalahan nama, tapi tetap saja terjadi. Nama Dyta merupakan panggilan sayang dilingkungan keluarga. Saya sangat menyukai kebebasan dan keindahan. Kebebasan dalam berpikir dan berpendapat. Menurut saya, semua orang bebas memilih cara mereka untuk belajar atau memilih tujuan hidupnya. Keindahan yaitu sesuatu yang tak selalu dapat dilihat dengan mata telanjang dan diluar dari logika. Maka saya memilih kupu-kupu dan pelangi sebagai symbol diri saya.

Selasa, 27 September 2011

Pribadi dengan kinerja tingkat tinggi

Mengerjakan sesuatu yang benar lebih penting daripada mengerjakan sesuatu dengan benar (Drucker dalam cox dan Hoover, 2002). Berdasarkan pada pernyataan Drucker tersebut jelaslah bahwa mengetahui suatu hal yang akan kita kerjakan adalah hal yang benar merupakan syarat yang penting. Dalam ilmu Psikologi Pendidikan, telah diketahui bahwa tujuan seseorang akan mempengaruhi motivasinya. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka kita perlu menetapkan langkah-langkah yang benar dalam pencapaiannya. Danny cox dan John Hover dalam bukunya Menangkap hari 7 langkah untuk mencapai hal-hal yang luar biasa di dalam dunia yang biasa-biasa, menyatakan bahwa orang-orang sukses adalah orang yang menggunakan proses kinerja tingkat tinggi. Menurut Cox dan Hoover (2002), awal dari proses kinerja tingkat tinggi yaitu menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan mengembangkan strategi pencapaian. Belajar tak hanya dengan membaca atau hanya di kelas. Dalam setiap hal dan setiap saat kita perlu belajar, bukan hanya untuk menambah wawasan atau pengetahuan. Tetapi dengan belajar kita dapat meningkatkan kemampuan hidup (life skill). Sama halnya dengan belajar Humanistics Studies 1, banyak hal atau ilmu mengenai interaksi sosial dan individu itu sendiri yang akan dibahas lebih dalam. Kesulitan yang akan dihadapi dalam mata kuliah ini tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi pribadi berkinerja tingkat tinggi. Sebagai langkah awal menjadi pribadi yang berkinerja tingkat tinggi, saya memutusjkan untuk menetapkan beberapa ekspektasi dalam mata kuliah Humanistics Studies 1 diantaranya mendapatkan nilai yang memuaskan dan memahami setiap proses pelaksanaan perkuliahan serta materi yang diberikan. Proses kedua stelah menentukan tujuan yaitu mengembangkan strategi pencapaian. Dalam hal ini saya merasa perlu waspada terhadap pembuang waktu. Peter F. Drucker (dalam Cox & Hoover, 2002), menyatakan bahwa kita tak akan mampu mengelola apapun sebelum kita mampu mengelola waktu. Ada dua pembuang waktu yang akan saya kenali lebih dalam dan patut saya waspadai, yaitu menunda pekerjaan dan tidak mendengarkan. Kedua hal ini termasuk kedalam hambatan tercapainya tujuan atau ekspektasi dalam perkuliahan Humanistics Studies 1. Lingkungan dalam proses pembelajaran merupakan unsur yang penting agar tercipta sebuah pembelajaran yang effektif. Dalam hal ini, lingkungan bukan hanya alam tetapi juga interaksi antar komponen yang ada dalam proses pembelajaran tersebut. Dengan begitu tanggapan atau reaksi mahasiswa terhadap dosen maupun mahasiswa lain sangat diperlukan. Tanggapan atau reaksi di sini berupa kritik dan saran yang membangun. Karena pada dasarnya belajar bukan kegiatan yang monoton dengan bahan yang tidak berkembang. Proses pembelajaran yang aktif dengan bahan ajar yang dinamis akan menjadikan daya tarik tersendiri. Sumber: Cox, D., & Hoover, J. (2002). Menangkap hari tujuh langkah. Franklin Lakes: Career Press.